A.
PENDAHULUAN
Pembangunan perumahan dan permukiman
dewasa ini menunjukkan perkembangan yang cukup besar, dimana hal tersebut
merupakan salah satu solusi untuk memenuhi tingginya tingkat kebutuhan
perumahan dan permukiman sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk terutama
diperkotaan.
Kondisi lain yang terkait dengan
pengembangan perumahan dan permukiman adalah ketersediaan lahan yang semakin
sempit dengan harga lahan yang mahal, terutama di perkotaan. Kondisi ini
menciptakan pilihan untuk membangun rumah susun dalam skala besar sebagai
solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan di perkotaan itu sendiri.
Dengan melihat kondisi tersebut diatas
maka perlu dibangun suatu sistem yang dapat memberikan kemungkinan dapat
memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan penyediaan perumahan. Salah satu
solusi tersebut adalah kerja sama antar berbagai pihak baik pemerintah maupun
swasta untuk pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman bagi masyarakat.
Dengan pola kerja sama akan diperoleh banyak manfaat antara lain terpenuhinya
kebutuhan perumahan.
B. TUJUAN
1.
Mendeskripsikan batasan permukiman
secara umum.
2.
Menjelaskan karakteristik permukiman umum.
3.
Mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya permukiman umum.
4.
Mendeskripsikan proses dari permukiman umum.
5.
Menjelaskan kebijakan pada permukiman umum.
C.
ISI / HASIL
1.
Batasan Permukiman Umum
Pengertian dasar
permukiman dalam Undang-Undang No.1 tahun 2011 adalah bagian dari lingkungan
hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai
prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi
lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
Permukiman
adalah area tanah yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan
merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasaan lindung baik yang
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan.
Menurut Koestoer
(1995) batasan permukiman adalah terkait erat dengan konsep lingkungan hidup
dan penataan ruang. Permukiman umum termasuk ke dalam skala meso, sehingga
lebih menekankan pada unsur-unsur kondisi lingkungan sekitar.
Permukiman umum merupakan kompleks
permukiman untuk masyarakat secara umum. Berikut beberapa contoh yang termasuk
permukiman umum.
a. Rumah Susun
Gambar 01. Rumah Susun
Penyediaan
permukiman berupa rumah susun yang ditujukan bagi konsumen golongan menengah ke
bawah menjadi salah satu alternatif yang efisien untuk menyikapi konflik
kebutuhan perumahan. Menurut
UU No.16 tahun 1985 tentang rumah susun. Rumah Susun diartikan sebagai berikut
:
Rumah
Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan
yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam
arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing
dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Jadi bisa dikatakan bahwa rumah susun merupakan suatu pengertian
yuridis arti bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung sistem
kepemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya bersifat hunian
atau bukan hunian. Secara mandiri ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem
pembangunan atau Rumah Susun adalah bangunan yang dibangun untuk menampung
sekumpulan manusia yang terorganisir kedalam suatu wadah dengan pertimbangangan
kehidupan manusia hidup secara layak secara horizontal dan vertikal dengan
sistem pengelolaan yang menganut konsep kebersamaan (https://sites.google.com/site/arkideaproperty/input/info-rumah-susun/pengertian-rumah-susun.
Diakses pada tanggal 23 April 2014).
Gambar 02.
Perumahan
b. Apartemen
Secara definitif, apartemen hampir sama
dengan rumah susun tetapi berindikasi untuk golongan menengah ke atas yang
merupakan salah satu jenis permukiman yang cocok untuk kawasan berkepadatan
tinggi dan dekat dengan lokasi perdagangan (komersial).
c. Ruko
Gambar
03. Ruko
Pembangunan ruko merupakan salah
satu upaya efisiensi penggunaan lahan terutama dalam mengembangkan kebutuhan
warga kota akan perumahan sekaligus sebagai tempat usaha. Sebagian besar berada
dekat area perumahan dan yang lain tersebar di pusat-pusat perdagangan. (http://id.shvoong.com/social-sciences/2268537-pengertian-perumahan/#ixzz2ziQdPm8N.
Diakses pada tanggal 23 April 2014).
2. Karakteristik
Permukiman Umum
Menurut Parwata
(2004) permukiman terdiri dari: (1) isi, yaitu manusia
sendiri maupun masyarakat; dan (2)
wadah, yaitu fisik hunian yang terdiri dari alam dan elemen-elemen buatan
manusia. Dua elemen permukiman tersebut, selanjutnya dapat dibagi ke dalam lima
elemen yaitu: (1) alam yang meliputi: topografi, geologi, tanah, air,
tumbuh-tumbuhan, hewan, dan iklim; (2) manusia yang meliputi: kebutuhan biologi
(ruang,udara, temperatur, dsb), perasaan dan persepsi, kebutuhan emosional, dan
nilai moral; (3) masyarakat yang meliputi: kepadatan dan komposisi penduduk,
kelompok sosial, kebudayaan, pengembangan ekonomi, pendidikan, hukum dan
administrasi; (4) fisik bangunan yang meliputi: rumah, pelayanan masyarakat
(sekolah, rumah sakit, dsb), fasilitas rekreasi, pusat perbelanjaan dan pemerintahan,
industri, kesehatan, hukum dan administrasi; dan (5) jaringan (net work) yang meliputi: sistem jaringan air bersih, sistem jaringan
listrik, sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem manajemen kepemilikan,
drainase dan air kotor, dan tata letak fisik.
Karakteristik
kawasan permukiman penduduk perdesaan ditandai terutama
oleh ketidakteraturan bentuk fisik
rumah. Pola permukimannya cenderung berkelompok membentuk perkampungan yang
letaknya tidak jauh dari sumber air,
misalnya sungai. Pola permukiman
perdesaan masih sangat tradisional banyak mengikuti pola bentuk sungai, karena
sungai disamping sebagai sumber kehidupan sehari-hari juga berfungsi sebagai
jalur transportasi antar wilayah. Perumahan di tepi kota (desa dekat dengan
kota) membentuk pola yang spesifik di wilayah desa kota. Pada saat pengaruh
perumahan kota menjangkau wilayah ini, pola permukiman cenderung lebih teratur
dari pola sebelumnya. Selanjutnya pembangunan jalan di wilayah perbatasan kota
banyak mempengaruhi perubahan pola penggunaan lahan dan pada gilirannya
permukiman perdesaan berubah menjadi pola campuran.
Pada permukiman umum memiliki prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan
yang bersamaan. Berikut karakteristik rumah susun yang merupakan salah satu
dari jenis permukiman umum.
Berdasarkan
peraturan pemerintah, karakteristik rumah susun di Indonesia memiliki ketetapan
standar sebagi berikut :
1) Satuan
Rumah Susun
· Mempunyai ukuran standar minimum 18 m2,
lebar muka minimal 3 meter.
· Dapat terdiri dari satu ruang utama (ruang tidur) dan
ruang lain (ruang penunjang) di dalam dan/atau diluar ruang utama.
· Dilengkapi dengan sistem penghawaan dan pencahayaan
buatan yang cukup, sistem evakuasi penghuni yang menjamin kelancaran dan
kemudahan, serta penyediaan daya listrik yang cukup, serta sistem pemompaan
air.
· Batas pemilikan satuan rumah susun dapat berupa ruang
tertutup dan/atau sebagian terbuka dan/atau ruang terbuka.
2) Benda
Bersama
Benda
bersama dapat berupa prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan.
3) Bagian
Bersama
Bagian
bersama dapat berupa ruang untuk umum, struktur, dan kelengkapan rumah susun,
prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan yang menyatu dengan bangunan
rumah susun.
4) Prasarana
Lingkungan
Prasarana
lingkungan berupa jalan setapak, jalan kendaraan sebagai penghubung antar
bangunan rumah susun atau keluar lingkungan rumah susun, tempat parkir,
utilitas umum yang terdiri dari jaringan air limbah, sampah, pemadam kebakaran,
listrik, gas, telepon, dan alat komunikasi lainnya.
5) Fasilitas
Lingkungan
Lingkungan
rumah susun harus dilengkapi fasilitas perniagaan dan perbelanjaan, lapangan
tebuka, kesehatan, pendidikan, peribadatan, pelayanan umum, serta pertanaman.
Menurut Yudohusodo dalam
Audy (2008 : 9), rumah susun memiliki
karakteristik yang berbeda dengan hunian horizontal. Rumah susun mengandung
dualism sistem kepemilikan, yaitu kepemilikan seorangan dan bersama baik dalam
bentuk ruang maupun benda. Sistem kepemilikan bersama yang terdiri dari
bagian-bagian yang masing-masing merupakan satuan yang dapat digunakan secara
terpisah yang dikenal dengan istilah condominium. Sistem ini diwajibkan untuk mengadakan pemisahan
hak dari masing-masing satuan yang dilaksanakan dengan pembuatan akta pemisahan
yang mengandung
nilai perbandingan proporsional yang akan digunakan sebagai penerbitan sertifikat
hak milik atas satuan yang bersangkutan.
Tabel 01. Tipe Unit Rumah Susun
|
Tipe
Unit
|
Fasilitas
|
Tipe
18 m2
Tipe
21 m2
Tipe
24 m2
Tipe
ini biasanya untuk keluarga muda atau seseorang yang belum memiliki keluarga
|
-
1 kamar tidur
-
ruang tamu/keluarga
-
kamar mandi
-
dapur/pantry
|
Tipe
30 m2
Tipe
36 m2
Tipe
42 m2
Tipe
50 m2
Tipe
ini untuk keluarga yang sudah memiliki anak
|
-
2 kamar tidur
-
ruang tamu / keluarga
-
kamar mandi / WC
-
dapur / pantry
-
ruang makan
|
sumber
: Rosfian (2009)
|
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Harsiti (2003:99-115) pola perilaku masyarakat
penghuni rumah susun dalam melestarikan fungsi lingkungan rumah susun adalah
sebagai berikut :
1) Sikap
terhadap lingkungan ikut menentukan perilaku melestarikan fungsi lingkungan
permukiman. Makin tinggi sikap terhadap lingkungan maka makin baik perilaku
melestarikan fungsi lingkungan permukiman.
2) Motivasi
hidup sehat ikut menentukan perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman.
Makin kuat motivasi hidup sehat, maka makin baik perilaku masyarkat dalam
melestarikan fungsi lingkungan. Sehingga untuk dapat melestarikan fungsi
lingkungan permukiman, pola hidup sehat harus ditanamkan.
3) Status
sosial ekonomi turut menentukan. Makin tinggi status sosial ekonomi maka makin
baik perilaku melestarikan fungsi lingkungan permukiman.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor
yang paling kuat dalam menentukan perilaku melestarikan lingkungan secara
berurutan adalah (1) status sosial, (2) sikap terhadap lingkungan, dan (3)
motivasi hidup sehat (https://www.google.co.id/url.
Diakses pada tanggal 23 April 2014)
3. Faktor Penyebab
Terbentuknya Permukiman Umum
Pemukiman merupakan kebutuhan utama/primer yang harus
dipenuhi oleh manusia. Permukiman tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana
kebutuhan hidup, tetapi lebih jauh adalah proses bermukim manusia dalam rangka
menciptakan suatu tatanan hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan
jati diri.
Seiring berjalannya waktu, dengan bertambahnya jumlah
penduduk setiap saat membuat lahan yang dibutuhkan untuk membuat permukiman
semakin meningkat. Untuk menanggulangi adanya keterbatasan lahan maka
diperlukan suatu aturan/ teknik yang melandasi dalam membuat suatu permukiman.
Permukiman umum merupakan salah satu program permerintah yang dibuat untuk
menanggulangi adanya permasalahan lahan untuk permukiman. Berikut faktor
penyebab dari terbentuknya rumah susun.
Pengaturan
perihal perlunya pemukiman telah diarahkan pula oleh GBHN (Garis Besar Haluan
Negara) yang telah menekankan pentingnya untuk meningkatkan dan memperluas
adanya pemukiman yang layak baik seluruh masyarakat dan karenanya dapat
terjangkau seluruh masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah.
Untuk selanjutnya dalam rangka untuk peningkatan daya
guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan pemukiman, serta
meningkatkan efektifikas dalam penggunaan tanah terutama pada lingkungan/daerah
yang padat penduduknya, maka perlu dilakukan penataan atas tanah sehingga
pemanfaatan dari tanah betul-betul dapat dirasakan oleh masyarakat banyak.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka mulai terpikirkan untuk melakukan
pembangunan suatu bangunan yang digunakan untuk hunian untuk kemudian atas
bangunan dimaksud dapat digunakan secara bersama-sama dengan masyarakat
lainnya, sehingga terbentuklah adanya rumah susun.
Pembangunan rumah susun adalah suatu cara yang jitu
untuk memecahkan masalah kebutuhan dari pemukiman dan perumahan pada lokasi
yang padat, terutama pada daerah perkotaan yang jumlah penduduk selalu
meningkat, sedangkan tanah kian lama kian terbatas. Pembangunan rumah susun
tentunya juga dapat mengakibatkan terbukanya ruang kota sehingga menjadi lebih
lega dan dalam hal ini juga membantu adanya peremajaan dari kota, sehingga makin
hari maka daerah kumuh berkurang dan selanjutnya menjadi daerah yang
rapih,bersih, dan teratur. Peremajaan kota telah dicanangkan oleh pemerintah
melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1990, tentang peremajaan pemukiman
kumuh yang berada di atas tanah negara. Menindaklanjuti dari Instruksi Presiden
tersebut, maka pada tanggal 7 Januari 1993, telah diterbitkan adanya surat
edaran dengan Nomor: 04/SE/M/1/1993, yang menginstruksikan kepada seluruh
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepada Daerah Tingkat
II untuk melaksanakan pedoman umum penanganan terpadu atas perumahan dan
pemukinan kumuh, yang antara lain dilakukan dengan peremajaan dan pembangunan
rumah susun.
Konsep pembangunan yang dilakukan atas rumah susun
yaitu dengan bangunan bertingkat, yang dapat dihuni bersama, dimana
satuan-satuan dari unit dalam bangunan dimaksud dapat dimiliki secara terpisah
yang dibangun baik secara horizontal maupun secara vertikal. Pembangunan
perumahan yang demikian itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. (https://sites.google.com/site
/arkideaproperty/input info-rumah-susun/
pengertian -rumah-susun. Diakses pada tanggal 23 April 2014)
Elemen-elemen
fisik ini berurutan dalam struktur tertentu sehingga menghasilkan pola-pola
dalam ekosistem atau pola-pola dalam lingkungan. Sebagaimana suatu pola selalu
memiliki order, dimulai dari suatu yang lebih kecil dan teratur dan lama
kelamaan bergabung menjadi lebih besar. Tiap pola selalu berhubungan dengan
pola diatasnya yang lebih besar dan juga pola dibawahnya yang lebih kecil.
Dalam
sebuah permukiman informal, material pembentuk pola terdiri dari beberapa hal
seperti:
1.
Elemen lingkungan (ekosistem alami)
Elemen lingkungan merupakan segala massa
pembentuk ekosistem yang merupakan bentukan alami, seperti air, sumber air,
sungai, vegetasi, gunung, kontur dan lain sebagainya. Elemen-elemen fisik yang
berkaitan langsung dengan alam dan terkait terjadinya transfer material dan
transfer energy dalam sebuah ekosistem dengan sistem sosial yang ada dalam
ekosistem tersebut. (Martin, G.; Human Ecology, 2001)
2.
Sirkulasi (ekosistem buatan)
Sirkulasi merupakan ruang-ruang yang terbentuk
dengan fungsi menghubungkan antara satu fungsi dengan fungsi yang lainnya. Pada
jalur sirkulasi inilah dapat dikenali hirarkinya, baik sebagai sirkulasi utama,
maupun sirkulasi sekunder. Sirkulasi utama atau sekunder biasanya dapat
dikenali dengan, banyaknya orang yang melalui sirkulasi tersebut, hubungan
akses yang diciptakan dari sirkulasi tersebut, besaran sirkulasinya, material
yang digunakan, hingga elemen pembentuk ruang sirkulasinya.
Selain itu, pada ruang-ruangsirkulasi ini
terdapat pada simpul sirkulasi (junction). Simpul ini ada yang terbentuk karena
sebuah pengakhiran dari jalur sirkulasi, ruang yang tercipta pada sudut saat
sirkulasi berbelok, pertemuan tiga jalur sirkuasi, serta pertemuan empat jalur
sirkulasi.
Ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam membaca
simpul :
a. Tiap simpul biasanya terhubung dengan
jalan-jalan utama di sekeliling komunitas.
b. Memiliki konsentrasi atau kepadatan
aktifitas di dalamnya. Dengan luasan yang kecil dan secukupnya
c. Terdapat pengelompokan fasilitas publik yang
ada sehingga dapat digunakan dengan berbagai aktifitas yang serupa.
d. Tiap simpul biasanya terdistribusi dalam
komunitas.
3. Massa bangunan (ekosistem buatan)
Massa bangunan dapat berupa rumah, warung,
hingga massa public seperti sekolah, masjid, dan lain sebagainya. Massa –massa
ini membentu ruang. Pemahaman pengguna ruang mengenai ruang mungkin saja
sebagai suatu wadah bagi objek atau suatu bingkai yang siap diisi, hal ini
tergantung dari pengalaman ruang masing – masing pribadi.
4. Proses Terbentuknya
Permukiman Umum
Karakter
spasial ini ternyata terbentuk dari proses bermukim masyarakatnya dengan
pertimbangan menyesuaikan terhadap topografi lahan, tuntutan lingkungan,
penyesuaian terhadap kebutuhan hidup, kebijakan pemerintahan dan budaya
bermukim masyarakatnya sendiri. Pola penyebaran pembangunan perumahan
dan permukiman di wilayah desa kota menurut Koestoer (1995), pembentukannya
berakar dari pola campuran antara ciri perkotaan dan perdesaan. Ada perbedaan
mendasar pola pembangunan permukiman di perkotaan dan perdesaan.
Wilayah permukiman di perkotaan sering disebut sebagai daerah perumahan yang
memiliki keteraturan bentuk secara fisik. Artinya sebagian besar rumah
menghadap secara teratur ke arah kerangka jalan yang ada dan sebagian besar
terdiri dari bangunan permanen, berdinding tembok dan dilengkapi dengan
penerangan listrik. Kerangka jalannya pun ditata secara bertingkat mulai dari jalan
raya, penghubung hingga jalan lingkungan atau lokal.
Dalam rangka peningkatan daya guna dan
hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan pemukiman serta mengefektifkan
penggunaan tanah terutama di daerah-daerah berpenduduk padat, maka perlu
dilakukan penataan atas tanah sehingga pemanfaatannya betul-betul dapat
dirasakan oleh masyarakat banyak. Salah satu contoh pembangunan yang dapat
digunakan untuk mengefektifkan penggunaan tanah yaitu Rumah Susun. Rumah Susun atau
disingkat Rusun, Kerap dikonotasikan sebagai apartement dengan versi sederhana, walaupun
sebenarnya apartement bertingkat
sendiri bisa dikategorikan sebagai rumah susun. Rusun menjadi jawaban atas terbatasnya lahan
untuk pemukiman di daerah perkotaan. Karena mahalnya harga tanah di kota besar
maka masyarakat terpaksa membeli rumah di luar kota. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan
masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan
yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena dengan pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah,
ruang terbuka lebih lega dan sebagai salah satu cara peremajaan kota bagi
daerah kumuh.
Konsep pembangunan rumah susun telah diimplementasikan tidak hanya
dalam bentuk rumah susun hunian
saja tetapi juga rumah susun bukan
hunian (perkantoran,perdagangan dll) dan rumah susun MIXED
USE (hunian dan bukan hunian yang merupakan satu kesatuan) hal ini di karenakan
hunian masal memerlukan berbagai prasyarat penting, yaitu lokasi dengan
akses yang cukup bagus diantaranya lebar, ketersediaan transportasi umum/massal
yang sudah berjalan serta keberadaan sistem infrastruktur kota yang memadai
atau mudah dikembangkan. Disini jelas terlihat fungsi-fungsi yang dapat
”dicampurkan” ke dalam kompleks hunian rusunami adalah yang berkaitan dengan
kebutuhan sehari-hari, antara lain perbelanjaan (pasar / mini market),
pelayanan umum (pos, telpon/wartel/warnet, ATM, klinik kesehatan, dll),
akomodasi sehari-hari (warung makan / restoran, food court, salon, voucher
pulsa, dll) serta akomodasi khusus (ruang sebaguna, ruang pertemuan, rekreasi,
dll). Sedangkan fungsi komersial lain (bersifat kebutuhan sekunder) akan tumbuh
dengan sendirinya seiring pertumbuhan hunian yang ada. Keuntungan yang
diperoleh pada awalnya adalah investasi infrastruktur yang lebih murah apabila
dibuat secara terpadu. Penyediaan sarana parkir dapat digunakan secara bergantian
karena pola kegiatan yang berbeda waktu (didiharyadi.wordpress.com. Diakses
pada tanggal 23 April 2014).
5. Kebijakan pada
Permukiman Umum
Perkembangan permukiman di daerah
perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk perkotaan baik
karena faktor pertumbuhan penduduk kota itu sendiri maupun karena faktor
urbanisasi. Dampak negatif urbanisasi yang telah berlangsung selama ini lebih
disebabkan oleh tidak seimbangnya peluang untuk mencari nafkah di daerah
perdesaan dan perkotaan. Beberapa pengamat meyakini bahwa salah satu penyebab
mengalirnya penduduk pedesaan ke kota-kota akibat kekeliruan adopsi paradigma
pembangunan yang menekankan pada pembangunan industrialisasi besar-besaran yang
ditempatkan di kota-kota besar sehigga memunculkan adanya daya tarik yang
sangat kuat untuk mengadu nasibnya di kota yang dianggap mampu memberikan masa
depan yang lebih baik dengan penghasilan yang lebih tinggi, sementara
pendidikan dan ketrampilan yang mereka miliki kurang memadai untuk masuk disektor
formal (Yunus, 2005).
Seiring dengan
pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan, maka kebutuhan penyediaan akan
prasarana dan sarana permukiman akan meningkat pula, baik melalui peningkatan
maupun pembangunan baru. Selanjutnya pemenuhan akan kebutuhan prasarana dan
sarana permukiman baik dari segi perumahan maupun lingkungan permukiman yang
terjangkau dan layak huni belum sepenuhnya dapat disediakan baik oleh masyarakat sendiri maupun
pemerintah, sehingga kapasitas daya dukung prasarana dan sarana lingkungan
permukiman yang ada mulai. Berikut kebijakan
Pemerintah tentang Perumahan. Kepada para pengembang yang membangun
RS/RSS, Pemerintah telah mengupayakan agar mendapatkan kredit dengan tingkat
suku bunga yang relatif murah dibandingkan suku bunga pasar untuk membebaskan
tanah. Kemudian biaya untuk mengurus sertifikat RSS dikurangi, hingga sekarang
hanya Rp. 35.000. bahkan, biaya retribusi izin mendirikan bangunan RSS
dihilangkan, setelah Menteri Negara Perumahan Rakyat melakukan koordinasi
dengan Menteri Dalam Negeri. Kemudian untuk meningkatkan keterjangkauan
masyarakat, Pemerintah juga membarikan subsidi suku bunga Kredit Pemilikan
Rumah (KPR). Sehingga suku bunga KPR tahun 1991 untuk; RS dan RSS tipe 21 dan
tipe 36 menjadi; RS tipe 21 menjadi 11%; dan RS tipe 36 menjadi 14%, sedangkan
untuk rata-rata harga rumah sederhana tipe RS 36 sekitar Rp. 8.500.000,00 dan
rumah sangat sederhana tipe 21 sekitar Rp. 6.500.000,00. Pemerintah telah
menetapkan beberapa kebijakan program bantuan perumahan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
Secara garis besar
masyarakat yang dapat menerima bantuan tersebut adalah masyarakat yang
berpenghasilan sampai dengan Rp. 1,3 juta per bulan. Pada masyarakat yang
berpenghasilan lebih dari Rp. 1,3 juta per bulan diharapkan dapat mengikuti
mekanisme pasar, artinya dapat mengembalikan semua biaya investasi
penyelenggaraan rumah sangat sederhana tanpa bantuan subsidi Pemerintah. Dengan
demikian, pada segmen pasar ini sepenuhnya dapat menarik minat kemitraan dari masyarakat dan swasta untuk
membiayai pengadaannya.
Bagi masyarakat yang berpenghasilan
lebih rendah (Rp. 500.000 . Rp. 850.000) dan (Rp. 850.000 . Rp. 1.3000.000)
Pemerintah merencanakan tidak membebani untuk pengembalian lahan, namun
demikian sebagai segmen pasar ini masih menarik kemitraan masyarakat dan
swasta. Masalah penyediaan lahan perlu diatur melalui kemitraan dengan pemilik
lahan sehingga biaya investasinya dapat ditekan, pada akhir masa usia ekonomis,
aset tersebut menjadi aset pemilik lahan. Lahan yang dipergunakan milik
Pemerintah, masyarakat (kelompok atau individual) maupun milik swasta. Pada
kelompok ini tidak mungkin diterapkan tarif seperti kelompok di atasnya, akan
tetapi perlu dikembangkan tarif kombinasi yang dapat menampung masyarakat
berpenghasilan rendah dan menengah. Pada segmen pasar ini dimungkinkan pula
penerapan tarif murah, bila tanah yang dipergunakan adalahmilik Pemerintah dan
investasi pembiayaannya menggunakan sumber
dana. Pada kelompok miskin, yang berpenghasilan sampai dengan Rp. 350.000 dan (Rp.
350.000 . Rp. 500.000) setiap bulannya, diterapkan kredit yang relatif sangat murah
dengan bantuan subsidi dari Pemerintah atau subsidi silang. Dengan demikian kelompok
masyarakat ini yang biasanya tinggal di kawasan-kawasan miskin dapat memperoleh
hunian yang layak. Keberhasilan pembangunan perumahan tersebut tidak lepas dari
peran Pemerintah, khususnya Kantor Menteri Perumahan Rakyat yang terus berupaya
secara aktif meningkatkan intensitas kegiatan monitoring, rapat koordinasi bersama Pemerintah Daerah dan
pelaku pembangunan perumahan dengan semangat kemitraan, yang hasilnya cukup
efektif dan dapat memacu aktivitas para pelaku pembangunan perumahan. (https://www.google.co.id/url.
Diakses pada tanggal 23 April 2014)
Sistem bangunan/gedung bertingkat yang
ruang-ruangnya dapat dipakai secara individual sudah lama dikenal dan
dilaksanakan di berbagai kota-kota besar di Indonesia, di mana pemegang hak
atas tanah tersebut adalah sekaligus merupakan pemilik gedung. Awalnya hanyalah
ada hubungan sewa menyewa antara pemilik tanah dan sekaligus pemilik bangunan
dengan para pemakai dari ruang-ruang dalam bangunan/gedung bertingkat tersebut.
Dengan adanya Undang-undang Rumah Susun telah
memperkenalkan untuk kemudian menjalankan adanya lembaga kepemilikan baru
sebagai hak kebendaanm yaitu adanya hak milik satuan atas rumah susun (HMSRS)
yang terdiri dari hak perorangan atas unit satuan rumah susun dan hak atas
tanah bersama, atas benda bersama, serta atas bagian bersama, yang kesemuannya
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan-satuan yang
bersangkutan.
Konsep dasar yang melandasari dari HMSRS adalah berpangkal dari teori tentang kepemilikan atas suatu benda, bahwa benda/bangunan dapat dimiliki oleh seseorang, dua orang, atau bahkan lebih, yang dikenal dengan istilah pemilikan bersama.
Pemilikan bersama atas suatu benda/bangunan pada intinya dikenal adanya dua macam kepemilikan yaitu kepemilikan bersama yang terikat dan kepemilikan bersama yang bebas.
Pemilikan bersama yang terikat yaitu adanya ikatan hukum yang terlebih dahulu ada di antara para pemilik benda bersama, misalnya pemilikan bersama yang terdapat pada harta perkawinan. Para pemilik bersama tidak dapat secara bebas melakukan pemindahan haknya kepada orang lain tanpa adanya persetujuan dari pihak lainnya, atau selama suami dan isteri masih dalam ikatan perkawinan tidak memungkinkan untuk melakukan pembagian ataupun pemisahan harta perkawinan (kecuali adanya perjanjian kawin).
Pemilikan bersama yang bebas adalah dimaksudkan bahwa
setiap para pemilik bersama tidak terdapat ikatan hukum terlebih dahulu, selain
dari hak bersama menjadi pemilik dari suatu benda. Sehingga dalam hal ini
adanya kehendak secara bersama-sama untuk menjadi pemilik atas suatu benda yang
untuk digunakan secara bersama-sama. Bentuk kepemilikan bebas inilah yang di
sebut dan dikenal dengan kondominium.
Sesuai dengan konsep tersebut maka, Undang-undang
Rumah Susun telah merumuskan jenis pemilikan perorangan dan pemilikan bersama
dalam suatu kesatuan jenis pemilikan yang baru yang disebut dengan Hak Milik
Atas Satuan Rumah susun yang pengertiaannya adalah hak pemilikan perseorangan
atas satuan (unit) rumah susun, meliputi hak bersama atas bangunan, benda dan
tanah (https://sites.google.com/site/arkideaproperty/input/info-rumah-susun/pengertian-rumah-susun.
Diakses pada tanggal 23 April 2014)
DAFTAR
PUSTAKA
rumah-susun.
Diakses pada tanggal 23 April 2014)
didiharyadi.wordpress.com. Diakses pada
tanggal 23 April 2014)
rumah-susun. Diakses pada tanggal
23 April 2014)
https://www.google.co.id/url.
Diakses pada tanggal 23 April 2014)
perumahan/#ixzz2ziQdPm8N.
Diakses pada tanggal 23 April 2014).
rumah-susun.
Diakses pada tanggal 23 April 2014).