Kamis, 02 Januari 2014

Siklus Batuan



Jurnal Geologi
Siklus batuan menggambarkan seluruh proses yang dengannya batuan dibentuk, dimodifikasi, ditransportasikan, mengalami dekomposisi, dan dibentuk kembali sebagai hasil dari proses internal dan eksternal Bumi. Siklus batuan ini berjalan secara kontinyu dan tidak pernah berakhir. Siklus ini adalah fenomena yang terjadi di kerak benua (geosfer) yang berinteraksi dengan atmosfer, hidrosfer, dan biosfer dan digerakkan oleh energi panas internal Bumi dan energi panas yang datang dari Matahari.
Kerak bumi yang tersingkap ke udara akan mengalami pelapukan dan mengalami transformasi menjadi regolit melalui proses yang melibatkan atmosfer, hidrosfer dan biosfer. Selanjutnya, proses erosi mentansportasikan regolit dan kemudian mengendapkannya sebagai sedimen. Setelah mengalami deposisi, sedimen tertimbun dan mengalami kompaksi dan kemudian menjadi batuan sedimen. Kemudian, proses-proses tektonik yang menggerakkan lempeng dan pengangkatan kerak Bumi menyebabkan batuan sedimen mengalami deformasi. Penimbunan yang lebih dalam membuat batuan sedimen menjadi batuan metamorik, dan penimbunan yang lebih dalam lagi membuat batuan metamorfik meleleh membentuk magma yang dari magma ini kemudian terbentuk batuan beku yang baru. Pada berbagai tahap siklus batuan ini, tektonik dapat mengangkat kerak bumi dan menyingkapkan batuan sehingga batuan tersebut mengalami pelapukan dan erosi. Dengan demikian, siklus batuan ini akan terus berlanjut tanpa henti.
Dari kesimpulan diatas, jika kita hubungkan siklus batuan dengan sedimentologi, maka batua sedimen itu bisa berasal dari batuan apa saja, baik itu batuan beku, batuan metamorf, ataupun batuan sedimen itu sendiri












ROCK CYCLE / SIKLUS BATUAN
 Ada tiga jenis batuan yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Ketiga batuan tersebut dapat berubah menjadi batuan metamorf tetapi ketiganya juga bisa berubah menjadi batuan lainnya. Semua batuan akan mengalami pelapukan dan erosi menjadi partikel-partikel atau pecahan-pecahan yang lebih kecil yang akhirnya juga bisa membentuk batuan sedimen. Batuan juga bisa melebur atau meleleh menjadi magma dan kemudian kembali menjadi batuan beku. Kesemuanya ini disebut siklus batuan atau ROCK CYCLE.
 Semua batuan yang ada di permukaan bumi akan mengalami pelapukan. Penyebab pelapukan tersebut ada 3 macam:
  1. Pelapukan secara fisika: perubahan suhu dari panas ke dingin akan membuat batuan mengalami perubahan. Hujan pun juga dapat membuat rekahan-rekahan yang ada di batuan menjadi berkembang sehingga proses-proses fisika tersebut dapat membuat batuan pecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi.
  2. Pelapukan secara kimia: beberapa jenis larutan kimia dapat bereaksi dengan batuan seperti contohnya larutan HCl akan bereaksi dengan batu gamping. Bahkan air pun dapat bereaksi melarutan beberapa jenis batuan. Salah satu contoh yang nyata adalah “hujan asam” yang sangat mempengaruhi terjadinya pelapukan secara kimia.
  3. Pelapukan secara biologi: Selain pelapukan yang terjadi akibat proses fisikan dan kimia, salah satu pelapukan yang dapat terjadi adalah pelapukan secara biologi. Salah satu contohnya adalah pelapukan yang disebabkan oleh gangguan dari akar tanaman yang cukup besar. Akar-akar tanaman yang besar ini mampu membuat rekahan-rekahan di batuan dan akhirnya dapat memecah batuan menjadi bagian yang lebih kecil lagi.
Setelah batuan mengalami pelapukan, batuan-batuan tersebut akan pecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi sehingga mudah untuk berpindah tempat. Berpindahnya tempat dari partikel-partikel kecil ini disebut erosi. Proses erosi ini dapat terjadi melalui beberapa cara:
  1. Akibat grafitasi: akibat adanya grafitasi bumi maka pecahan batuan yang ada bisa langsung jatuh ke permukaan tanah atau menggelinding melalui tebing sampai akhirnya terkumpul di permukaan tanah.
  2. Akibat air: air yang melewati pecahan-pecahan kecil batuan yang ada dapat mengangkut pecahan tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain. Salah satu contoh yang dapat diamati dengan jelas adalah peranan sungai dalam mengangkut pecahan-pecahan batuan yang kecil ini.
  3. Akibat angin: selain air, angin pun dapat mengangkut pecahan-pecahan batuan yang kecil ukurannya seperti halnya yang saat ini terjadi di daerah gurun.
  4. Akibat glasier: sungai es atau yang sering disebut glasier seperti yang ada di Alaska sekarang juga mampu memindahkan pecahan-pecahan batuan yang ada.
Pecahan-pecahan batuan yang terbawa akibat erosi tidak dapat terbawa selamanya. Seperti halnya sungai akan bertemu laut, angin akan berkurang tiupannya, dan juga glasier akan meleleh. Akibat semua ini, maka pecahan batuan yang terbawa akan terendapkan. Proses ini yang sering disebut proses pengendapan. Selama proses pengendapan, pecahan batuan akan diendapkan secara berlapis dimana pecahan yang berat akan diendapkan terlebih dahulu baru kemudian diikuti pecahan yang lebih ringan dan seterusnya. Proses pengendapan ini akan membentuk perlapisan pada batuan yang sering kita lihat di batuan sedimen saat ini. 
Pada saat perlapisan di batuan sedimen ini terbentuk, tekanan yang ada di perlapisan yang paling bawah akan bertambah akibat pertambahan beban di atasnya. Akibat pertambahan tekanan ini, air yang ada dalam lapisan-lapisan batuan akan tertekan sehingga keluar dari lapisan batuan yang ada. Proses ini sering disebut kompaksi. Pada saat yang bersamaan pula, partikel-partikel yang ada dalam lapisan mulai bersatu. Adanya semen seperti lempung, silika, atau kalsit diantara partikel-partikel yang ada membuat partikel tersebut menyatu membentuk batuan yang lebih keras. Proses ini sering disebut sementasi. Setelah proses kompaksi dan sementasi terjadi pada pecahan batuan yang ada, perlapisan sedimen yang ada sebelumnya berganti menjadi batuan sedimen yang berlapis-lapis. Batuan sedimen seperti batu pasir, batu lempung, dan batu gamping dapat dibedakan dari batuan lainnya melalui adanya perlapisan, butiran-butiran sedimen yang menjadi satu akibat adanya semen, dan juga adanya fosil yang ikut terendapkan saat pecahan batuan dan fosil mengalami proses erosi, kompaksi dan akhirnya tersementasikan bersama-sama. 
Pada kerak bumi yang cukup dalam, tekanan dan suhu yang ada sangatlah tinggi. Kondisi tekanan dan suhu yang sangat tinggi seperti ini dapat mengubah mineral yang dalam batuan. Proses ini sering disebut proses metamorfisme. Semua batuan yang ada dapat mengalami proses metamorfisme. Tingkat proses metamorfisme yang terjadi tergantung dari:
  1. Apakah batuan yang ada terkena efek tekanan dan atau suhu yang tinggi.
  2. Apakah batuan tersebut mengalami perubahan bentuk.
  3. Berapa lama batuan yang ada terkena tekanan dan suhu yang tinggi.
Dengan bertambahnya dalam suatu batuan dalam bumi, kemungkinan batuan yang ada melebur kembali menjadi magma sangatlah besar. Ini karena tekanan dan suhu yang sangat tinggi pada kedalaman yang sangat dalam. Akibat densitas dari magma yang terbentuk lebih kecil dari batuan sekitarnya, maka magma tersebut akan mencoba kembali ke permukaan menembus kerak bumi yang ada. Magma juga terbentuk di bawah kerak bumi yaitu di mantle bumi. Magma ini juga akan berusaha menerobos kerak bumi untuk kemudian berkumpul dengan magma yang sudah terbentuk sebelumnya dan selanjutnya berusaha menerobos kerak bumi untuk membentuk batuan beku baik itu plutonik ataupun vulkanik. 
Kadang-kadang magma mampu menerobos sampai ke permukaan bumi melalui rekahan atau patahan yang ada di bumi. Pada saat magma mampu menembus permukaan bumi, maka kadang terbentuk ledakan atau sering disebut volcanic eruption. Proses ini sering disebut proses ekstrusif. Batuan yang terbentuk dari magma yang keluar ke permukaan disebut batuan beku ekstrusif. Basalt dan pumice (batu apung) adalah salah satu contoh batuan ekstrusif. Jenis batuan yang terbentuk akibat proses ini tergantung dari komposisi magma yang ada. Umumnya batuan beku ekstrusif memperlihatkan cirri-ciri berikut:
  1. Butirannya sangatlah kecil. Ini disebabkan magma yang keluar ke permukaan bumi mengalami proses pendinginan yang sangat cepat sehingga mineral-mineral yang ada sebagai penyusun batuan tidak mempunyai banyak waktu untuk dapat berkembang.
  2. Umumnya memperlihatkan adanya rongga-rongga yang terbentuk akibat gas yang terkandung dalam batuan atau yang sering disebut “gas bubble”.
Batuan yang meleleh akibat tekanan dan suhu yang sangat tinggi sering membentuk magma chamber dalam kerak bumi. Magma ini bercampur dengan magma yang terbentuk dari mantle. Karena letak magma chamber yang relatif dalam dan tidak mengalami proses ekstrusif, maka magma yang ada mengalami proses pendinginan yang relatif lambat dan membentuk kristal-kristal mineral yang akhirnya membentuk batuan beku intrusif. Batuan beku intrusif dapat tersingkap di permukaan membentuk pluton. Salah satu jenis pluton terbesar yang tersingkap dengan jelas adalah batholit seperti yang ada di Sierra Nevada – USA yang merupakan batholit granit yang sangat besar. Gabbro juga salah satu contoh batuan intrusif. Jenis batuan yang terbentuk akibat proses ini tergantung dari komposisi magma yang ada. Umumnya batuan beku intrusif memperlihatkan cirri-ciri berikut:
  1. Butirannya cukup besar. Ini disebabkan magma yang keluar ke permukaan bumi mengalami proses pendinginan yang sangat lambat sehingga mineral-mineral yang ada sebagai penyusun batuan mempunyai banyak waktu untuk dapat berkembang.
  2. Biasanya mineral-mineral pembentuk batuan beku intrusif memperlihatkan angular interlocking.
Proses-proses inilah semua yang terjadi dimasa lampau, sekarang, dan yang akan datang. Terjadinya proses-proses ini menjaga keseimbangan batuan yang ada di bumi.

Batuan Pembentuk Lithosfer
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFs5Wz-rkCynvzdGF5ai7Nu61NYV6g9uGhrjQqy_Q1CDnGXK9Bml2a6_Lnjvu-uL9w0FmxJJVGH8Z2nBIONCDgXXmP4dveMN_BAQ2_pyF7xVfsNgqI6P7Uo2S8maXil1_47VbxbmzOCsw/s1600/siklus-batuan1.jpg
Siklus Batuan
Penjelasan Siklus Batuan :
Semua batuan pada mulanya dari magma yang keluar melalui puncak gunung berapi. Magma yang sudah mencapai permukaan bumi akan membeku. Magma yang membeku kemudian menjadi batuan beku, yang dalam ribuan tahun dapat hancur terurai selama terkena panas, hujan, serta aktifitas tumbuhan dan hewan.
Selanjutnya hancuran batuan tersebut tersangkut oleh air, angin atau hewan ke tempat lain untuk diendapkan. Hancuran batuan yang diendapkan disebut batuan endapan atau batuan sedimen. Baik batuan sedimen atau beku dapat berubah bentuk dalam waktu yang sangat lama karena adanya perubahan temperatur dan tekanan. Batuan yang berubah bentuk disebut batuan malihan atau batuan metamorf. Semua batuan ini akan kembali menjadi magma lagi karena proses subsduksi lempeng yang membawanya menuju astenosfer kembali.

a.   Batuan beku

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilVU7NKozix_Fo-cdcJYksZIz8ne83-QftUd_ct_csLw1coDIKMJV1nLGbkcKQZFNsTfKp-h3h60EWGWjJTGnFX7JIxkjn5eww0nFUP9gXI8cdKaQqA56choVsWBHDub8SlZboi1thSx4/s1600/batuanbeku.jpg
Gambar beberapa batuan beku
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma yang membeku.  Secara umum batuan beku mempunyai ciri-ciri homogen dan kompak, tidak ada pelapisan, dan umumnya tidak mengandung fosil.
Berdasarkan tempat pembekuannya, batuan beku dibagi menjadi :
1.      Batuan Beku Dalam ; adalah batuan beku yang terbentuk jauh di bawah permukaan bumi, pada kedalaman 15 – 50 km.  Karena tempat pembekuannya dekat dengan astenofer, pendinginan magmanya sangat lambat serta, contoh : Granit, Rhyolite.

2.   Batuan Beku Gang, terbentuk di bagian celah/gang dari kerak bumi, sebelum sampai ke permukaan bumi.  Proses pembekuan magma ini agak cepat  sehingga membentuk batuan yang mempunyai cristal yang kurang sempurna. contoh : Andesit, Diorite.
3.      Batuan Beku Luar, hádala batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi. Magma yang keluar dari bumi mengalami proses pendinginan dan pembekuan Sangat cepat sehingga tidak menghasilkan cristal batuan.  Contohnya riolit dan basalt. contoh : Basalt, Gabro
Klasifikasi Batuan Beku :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZn1kughzPMKMcb3y1Me1dDvHnCR9pyCL_0kc8B8ZO5yEVgEJe6_-FfjmU8WT0Ueh4_zGL7v0CPecgexLYtL9VcvJBBLqR8VpBcngFN4m8uhqNWKqLcYoAjUGDVsRntnBRQkNZLZKMtFU/s1600/klasifikasi1.jpg
Pengelompokan batuan beku berdasarkan keasaman dan tempat pembekuan batuan
keterangan :
Klasifikasi batuan beku berdasarkan tingkat besarnya ukuran mineral dalam batuan sehingga mudah diamati atau tidak.
Afanitik : Batuan beku tipe ini biasanya terbentuk di luar, sehingga mengalami pembekuan yang cepat sehingga batas mineral dalam batuannya tidak terlihat dengan jelas.
Faberik : Batuan beku tipe ini biasanya terbentuk di dalam, sehingga mengalami pembekuan yang lama sehingga batas mineral dalam batuannya dapat terlihat dengan jelas.



b.  Batuan Sedimen
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXCUHpiZ6PGMT2QE51HGXaw2ZAYIR6VN5Ul23b0jd8OVVJHzx4TxF7OUnsVL4wGaH-RIEGgrHjL_vo59bv3wC3TVd5tdzHWksTtROFhyphenhyphen6TU81IbRLUB51cDunajyUZowJN87lhGZEpJxQ/s1600/Erosion_velocity.gif
Grafik hubungan antar komponen dalam proses sedimentasi
Penjelasan Diagram di atas :
Pembentukan batuan sedimen itu merupakan suatu siklus tersendiri, dalam urutan sebagai berikut :
Pelapukan > Erosi > Transportasi > Deposisi > Litifikasi (Kompaksi, Sementasi). Nah, jika kita mau menghubungkannya dengan grafik di atas, maka sebenarnya grafik di atas menjelaskan hubungan secara kuantitatif tiga proses di atas berdasar kecepatan proses dan diameter butiran sedimen.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6igFg7BTo_8qMCcKX8oDpEyoWAQhUtwoBo-b1OX7Pnxe86Tvz2LkVr56oWnACrNmunwWnFCw7EA-V2TSfRX-Jp1P3d8id1yGf8EDhJUS0k6R7r1jmhk5fmGrqocwd-7muFP4m7SxYccE/s1600/sedimen1.jpg
Gambar beberapa batuan sedimen
Batuan Sedimen adalah batuan yang terbentuk karena adanya proses pengendapan.  Batir-butir batuan sedimen berasal dari berbagai macam batuan melalui proses pelapukan, baik oleh angin maupun air.  Proses pembentukan batuan sedimen disebut diagenesis batuan sedimen yang menyatakan perubahan bentuk dari bahan deposit menjadi batuan endapan.
Ada beberapa macam batuan sedimen, yaitu batuan sedimen klastik, sedimen kimiawi dan sedimen organik. Sedimen klastik berupa campuran hancuran batuan beku yang terlitifikasi (terendapkan), contohnya breksi, konglomerat dan batu pasir. Sedimen kimiawi berupa endapan dari suatu pelarutan, contohnya batu kapur dan batu giok. Sedimen organic berupa endapan sisa sisa hewan dan tumbuhan laut contohnya batu gamping dan koral







c.  Batuan Metamorf
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3Z_GJqFLkiuvOLrUd3dLvyPgNOHxPIgmKmZk2mW09UsRU8EfQG6BxhGV5TqUuIdx4GADcxK8aYMVv3W0sSfkDYThrMrGbYhtYbMc42egQSB073v310K33yVfjkYfkAFTYKUmvwBfti9o/s1600/metamorf.jpg
Gambar beberapa batuan metamorf


Batuan malihan atau metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimiawi sehingga menjadi batuan yang berbeda dari batuan induknya, akibat adanya tekanan dan suhu yang tinggi. Terbagi menjadi Batuan Metamorf Kontak, batuan metamorf karena suhu tinggi, contohnya adalah batu kapur (kalsit) yang berubah menjadi marmer, atau batuan kuarsa menjadi kuarsit. Batuan Metamorf Regional, batuan metamorf karena tekanan tinggi, contohnya skist, filit, gneiss, slatycleavage

Pembentukan Pulau Papua



Pembentukan Pulau Papua
Papua Barat terletak pada 1˚-9˚ LS dan 129˚-141˚ BT. Geologi Papua sangat kompleks melibatkan interaksi antara lempeng Australia dengan lempeng Pasifik. Hampir seluruh evolusi tektonik Kenozoikum merupakan hasil interaksi konvergen antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik (Hamilton, 1979; Dow et al., 1988). Papua Nugini dan Pegunungan Central Range merupakan hasil tumbukan antara kontinen dan busur kepulauan (Dewey and Bird, 1970). Pegunungan Central Range terbentuk dari batuan Mesozoikum yang terlipat dan tersesarkan serta lapisan Kenozoikum yang terendapkan pada batas Kontinental pasif. Di batasi oleh:
  • Utara    : Samudra Pasifik
  • Timur   : Sedaratan Papua Nugini
  • Selatan : Laut Arafuru
  • Barat    : Laut Banda
Papua, bagian barat dari Pulau New Guinea adalah ekspresi permukaan dari batas utara deformasi blok kontinen Australia dan lempeng Pasifik. Secara topografi, Papua dianalogikan berbentuk seperti bagian tubuh burung dan di bagi menjadi :
A. Tubuh burung: didominasi struktur berarah barat-baratlaut sepanjang Central Range. Diakhiri sesar mendatar berarah Barat-Timur. Didominasi oleh pegunungan tengah masif dan central range. Daratan di sebelah utara berupa cekungan intramountain yang dinamakan Meervlakte yang dibatasi di bagian utara oleh pegunungan yang dibentuk oleh metamorfisme dengan relief yang sedang.
  • Central range: berupa plateau dengan lebar sampai dengan 100 km yang memanjang dari danau Paniai di barat sampai daerah perbatasan Papua Nugini. Dilihat dari peta geologi, terlihat bahwa sebagian besar terdiri dari batuan yang terlipat dan Grup Batuganping Nugini.
  • Glasiasi: gejala erosi glasiasi berupa cirques dan lembah berbentuk U. Banyak ditemui moraines di bagian utara main range dan mungkin juga diendapkan di sayap selatan tetapi sudah terpindahkan oleh erosi yang intensif di daerah yang terjal.
  • Danau Paniai: dibentuk oleh sesar dan berasosiasi dengan bidang perlengkungan yang membendung air dari sungai Jawee.
  • Pegunungan Ofiolit: terletak di antara Central Range dan Meervlakte berkomposisi batuan plutonik basa dan ultra basa sepanjang lebih dari 300 km.
  • Meervlakte: merupakan cekungan intramountain dan dataran aluvial sepanjang 300 km dan lebar 50 km yang mengalami subsiden aktif sejak Miosen Tengah sampai sekarang, dengan kecepatan subsiden lebih cepat daripada sedimentasi Umumnya berupa swamp yang disalurkan oleh sungai Idenburg dan meander Ruffaer.
B. Leher burung: ditandai dengan perubahan arah struktur dari barat timur (tubuh) menjadi  N-NW (leher).
  • Lengguru Fold Belt: punggungan membentuk sabuk yang umumnya tersesarkan dan berupa antiklin.
  • Semenanjung Wandamen: adalah bagian utara dekat punggungan batuan metamorf. Punggungan memiliki sistem drainase tertutup mengikuti sayap punggungan.
  • Weyland Range: berupa pegunungan masif yang menghubungkan bagian leher dengan tubuh burung.
C. Kepala burung: terdiri dari batuan metamorf dan batuan granit. Bagian batuan metamorf terpotong di bagian utara dan NE oleh lembah linier bidang erosi di Sorong dan sesar Ransiki. struktur sesar berarah barat-timur.
Secara geomorfologi di bagi menjadi:
  1. Satuan morfologi perbukitan: daerah tengah dan utara, penampakan morfologi: bagian yang bergelombang.
  2. Satuan morfologi perbukitan dengan pola kelurusan dan gua-gua: bagian tengah peta, berupa karst.
  3. Satuan morfologi dataran: daerah datar hingga agak bergelombang lemah dengan ketinggian kurang dari 100 m dpl.
Geologi Papua dapat dibagi menjadi 3 mandala geologi utama, yaitu Kontinental, Oceanik dan Transisional.
  1. Mandala Kontinental tersusun atas sedimen kraton Australia
  2. Mandala Oceanik tersusun atas batuan ofiolit dan kompleks volkanik busur kepulauan sebagai bagian dari Lempeng Pasifik.
  3. Mandala Transisional merupakan daerah yang mengandung batuan metamorf regional dan terdeformasi kuat, sebagai produk interaksi antara dua lempeng.
Secara litotektonik, Papua dapat dibagi menjadi 4 mandala, yaitu:
  • New Guinea foreland/foreland basin (Arafura Platform): mencakup Laut Arafura dan dataran pantai selatan yang terletak pada Lempeng Australia. Terdiri dari sedimen Pliosen marin dan non-marin yang tidak termetamorfkan dan sedimen Holosen silisiklastik yang menutupi karbonat Kenozoikum dan batuan silisiklastik Mesozoikum.
  • Jalur perlipatan dan sesar naik Central Range: tersusun atas jalur orogenik yang memanjang Barat-Timur. Jalur perlipatan dan sesar naik melibatkan batuan Paleozoikum sampai Tersier yang berasal dari benua Australia.
  • Jalur metamorfik Ruffaer dan jalur ofiolit: jalur ofiolit Irian Jaya dan jalur metamorfik Ruffaer dipisahkan oleh jalur sesar, jalur ofiolit Irian Jaya ditutupi oleh aluvium yang berasal dari Depresi Meervlakte.
  • Kompleks busur kepulauan Melanesia: Depresi Meervlakte/cekungan pantai utara dan Jalur sesar naik Mamberamo.
Ada 3 model struktur dan tektonisme yang diajukan untuk menjelaskan tentang Papua:
  1. Model pembalikan polaritas subduksi (pembalikan busur) (Dewey and Bird, 1970; Hamilton, 1979; Milsom, 1985; Dow et al. 1988; Katili, 1991)yang menyatakan bahwa lempeng benua Australia menunjam ke arah utara, diikuti tumbukan (collision) dan penunjaman Lempeng Pasifik ke arah selatan pada Palung New Guinea.
  2. Model Zippering (Ripper and McCue, 1983; Cooper and Taylor, 1987) yang menyatakan bahwa di bagian timur pulau Papua, terdapat dua subduksi lempeng samudera yang merupakan kemenerusan ke arah barat dari subduksi lempeng Solomon.
  3. Model perubahan sudut penunjaman yang menyatakan bahwa subduksi Lempeng Australia berubah sudut penunjaman menjadi vertikal tanpa pembalikan arah subduksi.
Persamaan ketiga model tersebut di atas adalah bahwa semua menyatakan bahwa bagian selatan dari Pulau Irian disusupi oleh batas lempeng pasif utara dari benua Australia yang mengandung sedimen tebal dari sedimen silisiklastik Mesozoikum berubah secara berangsur menjadi lapisan karbonat Kenozoikum.
Sedangkan perbedaan utama yang terjadi adalah peristiwa tumbukan dengan busur kepulauan.
  1. Berdasarkan perubahan dari sedimentasi karbonat menjadi sedimentasi klastik yang luas akibat pengangkatan orogenesis, tumbukan berawal sejak Miosen Akhir. (Visser and Hermes, 1966; Dow and Sukamto, 1984; Dow et al., 1988)
  2. Berdasarkan umur batuan metamorf pada Papua Nugini, tumbukan berawal sejak Oligosen Awal (Pigram et al., 1989; Davies, 1990)
  3. Untuk menjelaskan hal ini, Dow et al., 1988; mengajukan kemungkinan bahwa Papua merupakan hasil dari dua tumbukan yang berbeda antara kontinen dan busur kepulauan, yaitu selama Oligosen dan selama Miosen (Orogenesis Melanesia)
  4. Quarles van Ufford, 1996 mengajukan kemungkinan bahwa pada Pulau Papua terjadi dua peristiwa orogenesis yang berbeda secara ruang dan waktu.